Beberapa hari lagi usia saya akan menjadi 19
tahun,dengan begitu maka secara tidak langsung saya telah hidup di provinsi
Yogyakarta ini selama 19 tahun juga.Dengan melihat kenyataan itu maka cukuplah
pengalaman,kisah,dan hasil pengamatan saya terhadap berbagai kehidupan di
Yogyakarta ini memenuhi syarat dalam menulis sebuah refleksi suatu
kehidupan,tentu saja dalam ilmu disiplin sosiologi,seorang sosiolog diwajibkan
untuk sudah melihat dan mengamati suatu realita sosial sebelum dapat memberikan
kesimpulan dalam suatu karya ilmiahnya.Namun saya sendiri yang bukan berasal
dari seorang yang berlatar pendidikan sosial,tentu saja ada beberapa hal-hal
yang mungkin saja saya langgar dalam menulis essay singkat ini,namun meskipun
begitu essay singkat ini tidak akan terlalu banyak dalam hal pelanggaran
dasar-dasar ilmu sosial.
Latar belakang pendidikan saya,dimulai dari pendidikan
sekolah dasar hingga pendidikan sekolah menengah semua saya lalui di daerah
rural,atau kalau dalam disiplin ilmu geografi adalah hinterland,hinterland
secara tidak langsung adalah sebuah daerah penyokong kota atau bisa disebut
juga nyawa suatu kota,tentu saja karena sebagian besar aktivitas ekonomi di
kota,obyek-obyek yang diperjual-belikan adalah hasil dari hinterland.Namun
bukan masalah ekonomilah yang akan saya bahas di essay singkat ini,melainkan
pendidikan yang saya alami dan tidak saya alami selama saya hidup 19 tahun di
provinsi Yogyakarta ini.
Hal yang paling kentara dalam perbedaan antara pendidikan
di kota dan di daerah(hinterland) adalah fasilitas,tentu saja.Jika di kota
anak-anak SD,SMP,dan SMA mendapat fasilitas yang terdepan ,lain halnya mereka
yang ada di daerah,Jika anak-anak SD,SMP,dan SMA mendapat guru-guru yang
terbaik,tentu lain halnya dengan mereka yang ada di daerah.Banyak sekali
perbedaan yang mencolok antara kondisi pendidikan di Kota dan di
Daerah,anak-anak kota mendapatkan fasilitas perpustakaan kota yang jaraknya
mudah dijangkau,namun di daerah dengan luas wilayah yang jauh lebih luas
perpustakaan umum hampir tidak memadai,di sleman sendiri ada perpustakaan yang
besar namun sayang sekali perpustakaan besar itu nampaknya mustahil dapat
memenuhi kebutuhan baca pelajar sleman yang ada di sisi barat,utara,selatan,dan
timur.Harusnya dengan mempertimbangkan luas wilayah yang ada di sleman lebih
baik membangun perpustkaan yang sebesar perpustakaan kota jalan Suroto no.9 di
wilayah sleman namun dapat di jangkau pelajar sleman yang terpisah di
barat,timur,selatan,dan utara secara mudah dan tidak jauh.Dalam hal ini
sepertinya pemda sleman kurang memikirkan keterjangkauan.
Kemudian dari segi akademis,tentu saja peringkat pertama
dengan kualitas terbaik sdm pelajar adalah wilayah kota,kemudian wilayah bantul
baru di sleman,hal yang ironi adalah ketika dulu saya mengikuti olimpiade sains
nasional teman-teman yang mewakili kota justru adalah mereka yang berumah
tinggal di sleman atau di daerah,menurut saya itu adalah hal yang
lumrah,mengingat dengan kondisi kualitas SDM teman-teman saya tersebut akan
sangat rugi jika mendapatkan pendidikan di daerah yang kurang dari berbagai
segi.Inilah yang harus dilakukan pemda daerah dalam menangani isu masalah
pelajar daerah yang belajar di kota.Jika beberapa tahun terkahir kebijakan
kuota tidak berlaku disekolah-sekolah kota,tentu bisa saja suatu saat anak-anak
sleman yang menjadi pelajar di wilayah kota,lalu anak-anak kota yang justru
belajar di daerah.
Siklus antara anak-anak
daerah yang belajar di kota kemudian menimbulkan jurang pemisah antara
pendidikan kota dan daerah akan menjadi sebuah fenomena sosial yang popoler di
kalangan sosiolog dengan istilah “strata pendidikan” benar pendidikan yang
berstrata,tentu saja hal itu adalah yang terburuk dari dinamika
pendidikan,pendidikan yang berstrata akan lebih parah lagi menimbulkan jurang
antara pendidikan kota dan daerah.Di kota ada beberapa SMA yang sering kali
mengirimkan anak-anaknya sebagai wakil peserta olimpiade baik itu di tingkat
nasional maupun internasional,jelas hal ini akan mendorong
universitas-universitas ternama melakukan rekruitmen, seperi Nanyang Tech.
University di singapore misalnya,universitas ini adalah yang paling aktif
mencari calon mahasiswa juara olimpiade sains.Dengan begitu maka terciptalah
suatu stigma mereka yang bersekolah di kota akan kemudia dapat melanjutkan ke
universitas ternama di Asia.
Lain halnya di daerah
dengan serba ketertinggalanya,jangankan di lirik Nanyang Tech. Univ,masuk ke
UGM yang mana adalah universitas yang berdiri di sleman itu sendiri justru
sangat sedikit sekali yang berhasil masuk melalui jalur undangan,ironis
memang,anak-anak sleman justru kesusahan untuk masuk ke universitas yang
sama-sama berdiri di tanah sleman.Nampaknya hal ini kurang diperhatikan pemda
sleman juga.
Bercermin dari
ketertinggalan dan jurang pemisah antara kota dan sleman,tentulah harapan yang
besar bagi siapapun yang akan menjadi pengelola pemerintah daerah agar mampu
setidaknya mengimbangi kota,dengan SDM anak sleman yang sama dengan SDM anak
kota saya rasa lima hingga sepuluh tahun kedepan anak-anak sleman lah yang akan
menjadi wakil Yogyakarta dalam berbagai bidang sains dan teknologi,dan
anak-anak sleman lah yang akan menjadi penghuni universitas ternama di Jogja
seperti UNY dan UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar